Sabtu ini, 01 desember 2012, pubik kedua negara akan disuguhi suatu
pertandingan yang sarat dengan tendesnsius yang sangat luas. Bukan saja masalah
hasil akhir pertandingan nanti tapi juga suatu rivalitas yng merupakan pelampiasan
emosi bagi kedua negara serumpun ini.
Indonesia tentu akan berusah membalas kekalahan 2 tahun lalu saat di
bantai di kandang malaysia 3-0, yang akhirnya menipiskan peluang untuk meraih
piala AFF 2010 untuk pertama kali. Indonesia datang dengan kekuatan yang
lumayan pincang, sebagai efek domino dari kekisruhan lembaga tertinggi
sepakbolanya, PSSI. Di tambah lagi penolakan para klub dan pemain dari
masing-masing fraksi sepakbola. Sebelum berangkat ke malaysia, negara ini sudah
dianggap tidak akan mempunyai peluang yang cukup besar sebagaimana di
tahun-tahun sebelumnya. Benar-benar pincang negera kita tercinta ini di mata
malaysia. Saya mencoba menyoroti rivalitas ini dari aspek sosial politik serta
militer.
Sudah cukup lama kita disuguhi berita-berita menyakitkan dari tetangga
jiran kita ini. Mungkin kita ingat saat terjadi persenggolan kapal ARLRI dengan
kapal TDM. Yang saat itu juga sentimen anti malaysia segera meningkat, hingga
dibuka pendaftaran relawan untuk mengganyang malaysia. Entahlah, apakah ini
hanya setting politik tertentu ataukah memang ketidaksnegajaan ?, tapi yang
jelas saat itu juga kita tersadar bahwa negara kita tercibta ini, dengan laut
yang cukup luas, bisa dengan mudah di sentil oleh kapal perang TDM. Kita juga
tersadar bahwa kita masih membutuhkan alat-alat perang yang sebebarnya sangat
vital untuk menjaga kedaulatan negara kita, terutama perairan serta pulau-pulau
yang cukup jauh ataupun mendekati perbatasan. Mungkin kita masih ingat kasus
pulau yang sebenanrnya secara historis asuk wilayah indonesia, namun karena
kita lengah, akhirnya ada celah hukum yang diapaki malaysia untuk mengklaim
pulau tersebut. Ini juga merupakan kelengahan serta dosa kita yang belum mau
bersyukur. Diberi kekayaan sedemikian luas, termasuk laut dan di pulau,
ditelantarkan bahkan mungkin dijual.
Setelah beberapa insiden militer tersebut, masih jiga terjadi
bentuk-bentuk pelecehan atupun ketidak adilan bagi para buruh-buruh kita di
negera jiran tersebut. TKI-Tki kita seperti menjadi bulan-bulanan malaysia,
mulai dari penyiksaan, pemerkosaan, hingga kasus-kasus pidana. Ini juga
seharusnya memberi sedikit sentilan ke pemerintah, bahwa lapangan kerja di
negara ini masih sangat kurang, peluang-peluang wirausaha masih dianggap
sebagai profesii yang kurang menjanjikan sehingga justru peluang wirausaha di
negara ini justru dikuasai oleh saudara-saudara kita dari tirai bambu. Kita hanya
senang dengan mengekspor tenaga manusia kita, tanpa mempedulikan mereka di sana
akan di buat apa ?
Setelah itu, masih ada klaim-klaim kebudayaan yang di klaim terlahir dari
bumi malaysia. Batik, reog sampai keris. Ini juga sebenarnya juga sebagai
pelecut buat kita. Jangan meremehkan suatu pendaftaran hukum, dalam hal ini
HAKI. Temuan-temuan atau warisan leluhur kita, yang dulu mungkin di buat dengan
suatu pemikiran, kerja keras dan ikhtiar habis-habisan, sekarang malah di
telantarkan oleh anak bangsanya sendiri. Enntahlah kita ini bisa disebut oelh para pendiri negar ini
dengan generasi jahanam, generasi yang bisa mengenal bahwa “bangsa yang besar
adalah bangsa yang menghargai jasa pahlawannya” tapi apa lacur, kerja keras
para pendiri negara ini tidak dianggap oleh anak bangsanya sendiri.
Dari berbagai kejadia di atas, sebenarnya kita harus mengambil suatu
ibroh, bahwa kita mulai tertinggal di berbagai aspek. Jangan pedulikan masalah
permainan kotor mereka, tapi seharusnya kita pun mempersiapkan dengan baik. Jangan
hanya menjadi negar yang reaksioner saja, yang baru beraksi setelah diusik. Jika
negara kita kuat di berbagai bidang, kekuatan militer yang cerdas, kuat dan
besar, mungkin kapal TDM akan mikir lagi bila mencoba memprovokasi atau mungkin
saat terjadi pelanggaran tersebut, saat kekuatan diplomasi kita ditambah
kekuatan militer kuat, kita tinggal torpedo saja kapal mereka, tapi sekali
lagi, armada kapal selamkita masih mimpi.
Akhirnya dari kejadian di atas, merembet ke rivalitas sepakbola. Tapi semoga
kita tidak terjebak oleh euforia sesaat saja. boleh saja kita mendukung timnas
sepakbola kita dengan habis-habisan, tapi jangan sampai kita hanya menjadi
konsumsi pihak-pihak yangmemang sengaja menciptakan rivalitas semu sepakbola,
agar pelanggaran-pelanggaran mereka teradap warga negara kita terlupakan. Maish
banyak yang harus kita kerjakan untuk menghadapi negara-negara tetangga kita
yang mulai main gertak terhadap negara ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar