10 Juni 2009

belasungkawa untuk pembungkaman Ibu Prita

"TURUT BERDUKA CITA ATAS DIBUNGKAMNYA KEBEBASAN MENYAMPAIKAN PENDAPAT"
TURUT BERDUKA CITA UNTUK PENEGAK HUKUM YANG TIDAK BISA MELIHAT SISI KEMANUSIAAN SELAIN SISI HUKUM POSITIF"
SEMOGA YANG DILALUI IBU PRITA AKAN MENJADI PELAJARAN BAGI KITA SEMUA, DAN SEMOGA PEMBUAT UU SADAR APA YANG TELAH DILAKUKAN, DAN AGAR PEMERINTAH MELEK TERHADAP SISI KEMANUSIAAN WARGA NEGARA YANG MENYAMPAIKAN PENDAPATNYA"

01 Juni 2009

Kekuasaan dan Kepentingan

selesai sudah koalisi antar partai. setelah proses negosiasi antar partai akhirnya mengerucut ke 3 capres. dari koalisi, tarik menarik, negoisasi, banyak asumsi-asumsi yang berkembang di masyarakat, terutama grass root. banyak kabar-kabar yang kadang negatif maupun positif. mulai dari yang dianggap gila kekuasaan sampai mengorbankan ideologi.
bahkan ada yang beranggapan bahwa semua partai hanya mementingkan kekuasaan, mementingkan jabatan bahkan tidak pro wong cilik.
ini mungkin cermin dari salah urusnya pendidikan politik di negeri ini, sehingga setelah dikebiri selama 32 tahun oleh orde baru, masih ada stigma bahwa partai hanya alat mencapai kekuasaan. sebenarnya dari hal diatas, antara kekuasaan dan kepentingan seharusnya sejalan. partai politik dibentuk memang untuk merebut kekuasaan. bahkan karena sistem pemilu atau "perebutan kekuasaan yang halus" kita memang harus melalui partai, maka mau tidak mau, jika kita mengingikan perubahan di negara ini, harus melalui pemilu.
kekuasaan itu memang harus diperjuangkan. jika dalam hal syar'i, rasulullah juga merebut kekuasaan dari quraisy, muhammad al fatih juga menduduki konstatinopel, umar bin abdul aziz juga melancarkan peperanga. dan semua itu tidak ada yang mempermasalahkan. namu kenapa di indonesia, yang masyarakatnya mayoritas muslim masih mempermasalahkan perebutan kekuasaan. jika ada partai yang merapat ke partai lain, apalagi partai islam atau mayoritas islam ke partai nasionalis yang besar maka sudah banyak nada miring. ini lah yang harus diperbaiki, esensinya adalah nantinya kekuasaan itu dibuat untuk apa. jika partai tersebut mengingikan akses yang lebih luas untuk perkembangan dakwah dengan menjalin koalisi dengan partai pemenang, kenapa tidak. jika partai islam menawar jabatan menteri yang kira-kira bisa lebih memperluas ruang gerak kaum muslim di negara ini, kenapa tidak kita dukung.
di negara ini, malah sebaliknya, malah dianggap gila kekuasaan, sudah berubah ideologi, atau lain-lain. atau bisa saja pihak yang mencemoh itu merasa tidak punya akses luas, frustasi akhirnya lebih senang menyerang secara terbuka terhadap saudara seimannya.
jadi kesimpulannya adalah penggunaan kekuasaan. dari sini juga harus ada mekanisme pengawasan serta pengontrolan dari masyarakat. masyarakat berhak menyemprit partai yang sudah keluar jalur dari yang dijanjikan, atau tidak sesuai dengan kontrak politik. wallahualam bishowab.

29 April 2009

Koalisi pasca pemilu legislatif sebenarnya sudah hal yang lumrah, apalagi peraturan dari pemerintah sendiri, hanya partai yang memeperoleh 20% suara saja yang berhak mencalonkan presiden secara independen. posisi di jumlah kursi untuk di DPR sangat strategis, namun bagaimanapun juga jabatan sebagai RI-1 (presiden) sangat strategis, karena awal kebijakan ataupun peraturan dari presiden, walaupun pada prosesnya masih bisa dicounter oleh DPR sebagai lembaga "penanding" dari presiden. tapi dengan banyaknya kursi serta berbagai kepentingan maka kadang DPR sulit untuk melakukan suatu tandingan bagi presiden.
dalam hal inilah, koalisi diperlukan. selain sebagai suatu cara untuk memenangkan pilpres mendatang. permasalahannya adalah koalisi tersebut sehat ataukah hanya dendam sesaat. karena bagaiamanapun, setiap koalisi pasti ada kepentingan, tinggal kepentingan tersebut positif ataukah negatif, serta juga bagaiamana cara yang dilakukan untuk melakukan pencapaian tujuannya.
dari perkembangan politik di indonesia, terjadi koalisi yang menurut saya (asumsi awal) seakan-akan sebagai tandingan atau bentuk suatu keputus asaan untuk menghadang 1 calon yang dianggap kuat, yang tingkat elektabilitasnya jauh diatas capres lainnya.
sebenarnya bukan masalah pragmatisme untuk kekuasaan tapio apakah koalisi tersebut menjamin suatu kontrak politik untk kebaikan rakyat negeri ini.