07 September 2011

SATU TIM....(belajar dari kekalahan dari Bahrain, dari sudut pandang seorang pekerja)



Setelah melihat sepak bola antara Timnas Garuda dengn Tim Bahrain yang akhirnya, kita harus puas kalau tim kita di bantai di kandang sendiri dengan skor 2-0. Dengan permainan yang bisa dibilang jauh dari “bagus’ saat berlaga di piala asia tempo hari. Dari sisi penyerangan, dengan mengandalkan gonzales sebagai target man dengan di dukung sokongan dari Boaz dan Bepe, seakan-akan menjadi macan ompong. Mungkin mandulnya lini depan ini juga perlu diperhatikan faktor lainnya, yaitu faktor kreatifitas lini tengan dan dukungan dari lini belakang ataupu keberanian untuk berkreatifitas dan melakukan overlapping untuk membantu serangan.
Saat bola sudah sampai di lini tengah, kemudian diumpankan ke lini depan, maka dengan segera itu, segera mandek. Karena pemain-pemain yang berkualifikasi penyerang seakan-sekaan tidak ada bantuan dari second line. Beda dengan Tim Bahrain, yang seakan-akan pergerakan pemain serta sokongan dari second line selalu ada.
Belajar dari pengalaman diatas, jika di analogikan dengan suatu prinsip kerja maka bisa diambil suatu Ibroh atau pelajaran. Jika ada seseorang atau tim yang bertanggungjawab untuk melakukan suatu tugas, action ataupun tugas rutin, maka kadang-kadang beban tugas hanya itumpukkan ke person yang mendapat amanah tersebut tanpa ada dukungan dari anggota tim lainnya meskipun berbeda divisi atau departemen. Saat si A mendapat tugas untuk melakukan pengawasan ataupun menyusun acara bagi suatu kemajuan perusahaan/yayasan/organisasi, maka seakan-akan si A bekerja sendiri. Inilah yang kadang menjadi suatu kontradiksi. Memang betul si A adalah yang memangku tanggungjawab terbesar, tapi apalah kemampuan, serta tanggung jawab si A, jika tidak mendapat sokongan dari anggota tim lainnya. Seharusnya satu tim merasa sebagai tim penuh. Seperti pepatah “There is no “I” in team” terjemahan bebasnya tidak ada kata “Aku” di dalam Team, yang memberi pengertian bahwa satu tim adalah satu, dan semuanya wajib bertanggung jawab. Kekalahan satu tim bukan hanya tanggung jawab penjaga gawang saja tapi juga semua lini bertanggung jawab. Kenapa pressing bek bisa kendor ? kenapa penyerang tidak bisa menghasilkan goal ? kenapa umpan-umpan lini tengan tidak ada yang akurat ?
Inilah diharapkan semua person di suatu divisi juga merasa memiliki tanggung jawab yang sama dengan divisi yang lain di suatu perusahaan. Dibutukan kebersamaan, legowo menerima perintah serta keberanian melakukan improvisasi (selama sesuai kaidah yang berlaku) dan berani bertanggungjawab. Jika si A mengalami kebuntuan saat membuat acara di sisi entertainment, mungkin saja si B yang seharusnya hanya bertugas sebagai perlengkapan, memberikan saran dan bantuan dengan menghubungi jariangannya yang bis amembuat acara entertainment begitu bagus. Jadi tidak ada anggota tim yang “Nganggur” melihat anggota lainnya sibuk. Seperti fasafah total football dengan jargonnya “pertahanan terbaik adalah menyerang” dan diukung pergerakan penuh pemain serta tanggung jawab dari pemain lain untuk segera menutup lini yang kosong yang ditinggal over lapping. Bisa saja seorang pemain tengan menjadi bek, jika bek tersebut melakukan over lapping ke depan membantu penyerangan. Jadi tidak ada lini yang kosong. Sama juga saat bagian dari acara kepanitiaan yang digagas dengan berbagai koordinator. Koordinator acara pun juga bisa harus menghandle koordinator perlengkapan, minimal tahu, tidak cuek serta tetap berempati.
Itulah gunanya tim yang handal, dimana saling memahami dan saling men-cover. Tapi yang bisa dipastikan lagi adalah hal itu “TIDAK MUDAH”, SULIT, SORO, UANGEL, ORA ISO.. dan kata-kata lain yang bernada pesimis. Tapi bukanlah seorang pemberani itu adalah orang yang merasa bahwa sebenarnya hal itu sulit, tapi dia akan tetap mencoba......

Tidak ada komentar:

Posting Komentar